Monday 9 June 2008

Si Ria yang Bodoh



Dalam hidup ini tidak ada yang lebih indah dari kebahagiaan yang bernama cinta. Cinta tidak akan pernah lapuk dan usang dimakan waktu. Malam ini, aku teringat padanya, pujangga yang pernah sangat aku sayangi.
Pertemuan itu bermula saat kami telah ditakdirkan untuk sekolah di TK yang sama dan berlanjut sampai SMP. Selama perjalannya itu, kami selalu pergi dan pulang sekolah bersama karena jarak rumahku dengannya tidaklah jauh. Ibarat dua telapak tangan, kami tidak terpisahkan.

Kami saling mengerti dan membantu setiap permasalahan yang ada. Begitu pula dengan pertengkaran, hubungan cinta monyet kami tidak selalu lancar tapi pernah ada kesalahpahaman. Namun, hal itu cepat terselesaikan. Mungkin karena kami berdua memang cocok, aku adalah anak sulung dikeluargaku, dimana aku bisa memahaminya sebagai anak bontot dikeluarganya. Mungkin perbedaan itu membuat kami bisa cocok, dan entah kenapa batinku saat itu berkata, pertengkaran yang terjadi adalah bumbu hubungan masa kecil kami yang menandakan kebersamaan kami akan abadi selamanya.

Perjalanan hidup seseorang tidak ada satupun yang bisa menentukan. Sepintar-pintarnya manusia meramalkan masa depan, tidak ada yang lebih pintar dari Pemilik alam semesta ini karena Dialah yang Maha Menetukan. memasuki kelas 3 SMP, kami terpisahkan. ayahku ditugskan oleh perusahaannya di Surabaya. aku pun mau tak mau harus ikut pindah bersekolah di kota pahlawan ini. selama itu kami tidak pernah berkumunikasi. seperti hilang ditelan bumi. memang akus engaja tidak pamit dengannya. bukannya aku tak menghargainya, tapi bagiku jika ia tau bahwa aku segera pindah rumah dan sekolah, maka pertemuan terakhir kami akan terasa menyedihkan. walaupun saat ini aku menyesal atas perilaku ku itu.Memasuki dunia kuliah, kami kami pun tambah tidak tau kabar satu smaa lain, karena mengambil jurusan jurnalistik yang banyak menyita waktu. aktivitas padatku di kampus, sama sekali menyita waktu. hingga tak sedikitpun aku ingin tau kabar dia.

Aang, itulah panggilan sayang kami untuknya. Aang tidak berubah, dari dulu hingga saat kuliahpun dia tetap nomor satu. Kepintarannya, pribadinya, tidak ada yang bisa mengalahkan. Sempat terbersit dihatiku yang merasa iri padanya, kenapa aku tidak bisa memiliki kepribadian seperti itu? Tapi, rasa itu aku buang jauh karena tidak ada gunanya iri kepada orang yang pernah mengisi lembar hidupku sewaktu masih kecil, yang penting aku bisa belajar darinya. kepribadian itu tidak aku dapatkan langsung dari mata kepala ini. melainkan teman jauhku yang memberitahu.

hingga suatu saat aku menerima kabar buruk dari teman jauhku. kabar buruk yang tak kusangka bisa separah ini. aku mendengar bahwa Aang sakit. Ada kelainan di dalam tubuhnya. Dan dokter mengatakan kalau Aang menderita penyakit Kanker hati. Saat itu aku dan sahabat yang lain sangat shock, kenapa kami bisa kecolongan? Kenapa Aang tidak cerita kalau dia merasa ada yang tidak beres di dalam tubuhnya? Kenapa kami baru tahu ketika dia dirawat di Rumah sakit? Ternyata, memang tidak ada yang tahu termasuk keluarganya. Aang menyembunyikan penyakitnya karena dia tidak ingin ada yang direpotkan. Aang sangat tegar, dengan kondisinya yang semakin lama semakin menurun, dia masih bisa tersenyum ketika teman-teman kuliahnya datang ke Rumah sakit. Ketegaran hatinya mengalahkan keadaan fisik yang semakin lama semakin melemah. Tubuh yang kuat itu sudah tidak ada lagi. Untuk mengangkat tanganpun dia tidak bisa dan untuk dudukpun dia harus dibantu dan dipegangi. Hati siapa yang tidak terenyuh melihat keadaan itu. Mata yang teduh itu memancarkan kekuatan, ketabahan, dan kepasrahan. Ya, Aang dan kekuarganya sudah pasrah ketika dokter mengangkat tangan dalam menanganinya dan berbagai obat alternatifpun sudah dicoba tapi hasilnya bersifat sementara.

mungkin aku mengulang lagi keegoisanku itu. setelah menerima kabar itu, aku pun tak langsung melihat keadaan Aang. hingga Tepat di hari minggu malam tanggal 14 Maret 2004 aku menerima telfon dan ibu Aang. kaget juga, setelah beberapa tahun kami tidak bertemu, tiba-tiba mereka menghubungiku. dari mana ia dapat nomor Hp ku. aku diminta datang ke rumah Aang, ibunya bilang badannya panas.
dasar bodoh! aku terlalu lamban. hingga saatnya aku bertemu dengannya dalam kondisinya yang serba angkuh. ia diam, terus berdiam diri. tak mau menyapa. mungkin dia masih sakit hati atas perlakuanku karena tidak memberi tahu kepergianku. aku coba memandanginya, tapi tak sepatah katapun ia ucap. semakin aku meminta maaf, semakin dia tak mau menggubrisku. aku pun hanya bisa pasrah, pasrah menerima perlakuannya. aku terbujur lemas, letih, melihat senyumnya yang tak lagi mempesona. ia sudah tak mau senyum lagi, hawa dingin menyelimuti tubuhnya. aku tak bisa melakukan apa-apa.

seluruh orang yang berada di ruangan itu, terisak0isak oleh tangisan. kondisi Aang sangat disayangkan, dia menghilang, aku melihat kehampaan. Dia tidak mengenal orang-orang yang ada disampingnya bahkan berllau begitu saja. Mulut, kaki, jari, tangan dan kakinya kaku. Di saat seperti itu, aku membisikkan kalimat terakhir ditelinganya. kalimat permohonan maafku untuknya. Memang Maha Kuasa Allah, Aang tidak bisa memberikan desahan nafasnya sedikitpun untuk memberikan maaf kepadaku . Subhanallah. Ibunya berkata kepadaku, Tepat jam 3 pagi Aang menghembuskan nafasnya. Dia pergi untuk selama-lamanya. Aku yang melihat peristiwa itu hanya bisa berdiri kaku dan tiba-tiba ada bisikan dalam hatiku yang mengatakan, “ Ria orang yang pernah kamu sayangi sudah tidak ada lagi, dia sudah pergi untuk selama-lamanya. Barulah aku sadar, kalau itu bukan mimpi. Air mataku berjatuhan, aku shock dan hanya bisa menangis dalam dekapan Ibunya Aang, dan iapun menangis. Aang memang pergi dan tak akan kembali lagi.

Kepergian Aang menggoreskan luka yang sangat dalam. kenangan-kennagn manis bersamanya, selalu aku ingat, aku sangat kehilangan dia. 14 tahun perjalanan pertemanan hingga berujung cinta monyet kami adalah waktu yang sangat panjang. Aku sempat protes padaNya, dimana kebersamaan abadi yang pernah Allah bisikkan padaku sewaktu aku SD dulu? Kenapa Dia mengambil orang yang aku sayangi? Dimanakah keadilan itu? Namun, ada yang mengatakan padaku, mungkin ini keputusan yang baik bagi Aang. Dari pada dia menjalani hidup yang tidak jelas? Daripada dia merasakan sakit setiap hari? Mungkin dengan kepergiannya dia tidak akan menderita sakit lagi, dan aku menyadari hal itu memang benar. Bagiku tidak mudah melupakan kenangan yang pernah kami jalani bersama. Kebahagiaan, kesedihan, dan pertengkaran adalah momen-momen yang sangat berharga bagiku.

Banyak hal yang aku dapat dari Aang. Semuanya akan tetap bersemi indah di ingatanku dan kehadirannya akan tetap menyinari taman hatiku. Perbedaan ruang dan waktu tidak akan pernah memutuskan kebersamaan yang telah terjalin. Aku yakin, Aang bahagia di sana. Senyumannya menghiasi mimpi-mimpiku. Aang, mungkin ini adalah yang terbaik bagimu. Dan aku berdo’a semoga kamu bahagia di sana dan semoga Allah mempertemukan kita di JannahNya, Amiiin. Temans, apakah ini yang dinamakan kebersamaan sejati? aku tidak tahu. Namun yang ku tahu saat ini adalah kebersamaan itu tidak mengenal ruang dan waktu, dimanapun kita berada, kebersamaan bisa terjalin.itulah yang kau lakukan padaku. terimakasih Aang yang pernah menjadi sandaran sementaraku.

No comments: