Sabtu (13/1) malam itu begitu cerah karena awan hitam tidak mengeluarkan air segarnya. Begitu pun juga angin yang menyapa tidak seantusias hari-hari biasanya.
Riuh, gelak tawa, canda riang, seliweran anak-anak yang berlarian, dan cengkerama keluarga mewarnai suasana Taman Bungkul. Ratusan pengunjung hampir setiap malam meramaikan taman kota di Jalan Raya Darmo itu. Ya, dalam sekejap, Taman Bungkul telah menjadi tempat favorit untuk rekreasi keluarga yang mengasyikkan.
Taman Bungkul malam itu begitu ramai. Lebih ramai daripada hari-hari biasanya. Lahan parkir yang memutari taman sejak pukul 21.00 sudah tak mampu lagi menampung kendaraan, sepeda motor maupun mobil pengunjung. Beberapa halaman kantor di sekitar Taman Bungkul pun berubah menjadi tempat parkir sementara.
"Kami terlanjur memutuskan rekreasi ke sini (Taman Bungkul, Red). Ya tak apa harus parkir agak jauh dari lokasi," ujar Danis, warga Manyar Pumpungan yang datang berombongan dengan kawan-kawannya.
Tidak hanya areal parkir yang penuh sesak. Hampir di seluruh sudut taman, tidak ada yang sepi. Di tengah kompleks, pengunjung tumplek bleg. Ada yang duduk-duduk sambil bersenda gurau, berpacaran sambil makan kacang, atau berlari-larian mengejar mainannya yang melayang di udara. Di lokasi ini, juga beroperasi para pengasong makanan-minuman, mainan, dan bahkan tukang ramal. Maka, tak heran bila situasinya jadi seperti pasar malam.
Begitu pula di areal bermain anak-anak atau track untuk para remaja bermain skate board. Tidak ada yang kosong. Bahkan, tidak hanya pemain skate board yang berlatih di situ. Anak-anak remaja yang hobi free style BMX pun tak ketinggalan nimbrung di arena bermain sisi selatan tersebut. Mereka ingin menunjukkan kehebatannya beratraksi dengan sepeda mininya.
Tiba-tiba saja "pyar…". Terdengar suara kaca pecah. Rupanya, seorang pemain free style BMX menabrak lampu taman di sisi timur. Lampu taman yang dipasang rendah (setinggi satu meter) itu pun hancur berkeping-keping di lantai. Sorak-sorai para penonton menyambutnya. Si penabrak buru-buru membersihkan kepingan kaca lampu yang berserakan.
Soal lampu hancur atau raib ternyata bukan hanya kali itu terjadi. Sejak diresmikan Maret silam, puluhan lampu hilang atau remuk, entah diembat maling atau ulah iseng pengunjung. Yang jelas, pengelola Taman Bungkul sudah berkali-kali mengganti dengan yang baru.
Memang, sejauh ini, Taman Bungkul bagai "surga kecil" bagi warga kota. Selain fasilitasnya beragam, taman itu juga nyaman untuk rekreasi keluarga, terutama di sore dan malam hari. Tak mengherankan bila keberadaannya juga mengundang para pedagang asongan dan PKL (pedagang kaki lima). Maka, jangan heran bila di Taman Bungkul sekarang banyak penjaja makanan, mainan, dan suvenir.
"Kausnya Nak, murah, hanya sepuluh ribu," kata seorang pedagang kaus kepada pengunjung.
PKL tidak hanya menempati stan-stan yang disediakan. Ada juga yang menggelar dagangan di sela-sela taman. Dengan berbekal kompor kecil, seorang pedagang mi rebus bisa menjalankan bisnisnya di hamparan rerumputan. Sambil duduk di dingklik, dia meladeni pengunjung yang mengantre.
Di sisi timur taman, di antara deretan PKL kecil, juga terdapat tukang ramal nasib. Biaya yang ditawarkan Rp 8.000. Para pengunjung bisa bertanya jodoh, persoalan rumah tangga, pendidikan, rezeki, hingga tabiat pasangan. "Sini Mbak, mau diramal jodohnya," ujarnya menawari dua gadis yang melintas di dekatnya.
Hanya lima menit, si peramal yang mengaku bernama Haji Syamsul itu sudah bisa tahu peruntungan kliennya. Rupanya, Taman Bungkul telah menjadi lahan empuk untuk mencari rezeki bagi pria asal Malang itu. Betapa tidak, terhitung sejak pukul 21.00 hingga 03.00, dia bisa membawa pulang penghasilan sekitar Rp 300 ribu. Dia mengaku bisa tersenyum bahagia terutama ketika malam Selasa dan malam Jumat lantaran pada malam-malam itu pengunjung yang minta diramal nasibnya relatif banyak. "Barangkali, pada malam-malam itu, orang percaya ketika diramal," ujarnya.
Berjarak satu meter dari si peramal, segerombolan anak muda mengerumuni pedagang yang menjajakan tato temporer. Antrean remaja menanti kerja si seniman menato bagian tubuh mereka. "Keren ya, sudah lama saya ingin ditato yang tidak permanen," kata Dian Afiansyah, pelajar di sebuah SMA kawasan Surabaya Timur, begitu lengan kirinya ditato gambar kupu-kupu.
Kemeriahan taman itu diiringi dengan alunan musik dari orkestra dadakan yang bermain di bagian utara taman. Empat personel pemain musik terlihat begitu asyik memainkan berbagai macam lagu baik domestik maupun luar negeri. " Kami kerap main disini, bahkan nyaris tiap hari. Suasananya mendukung untuk berlatih," kata Frenky Anjas Prasetyo, pembetot gitar dalam grup itu.
Beberapa pengunjung turut larut menyanyikan lagu yang dibawakan Frenky dkk. Mereka yang kebanyakan pasangan anak muda sesekali me-request lagu kepada grup musik amatiran itu.
Pukul 22.00-00.00. Anak-anak muda yang tergabung dalam kelompok penari Capoeira Soerabaya beraksi di tengah taman. Gerakan seni bela diri ala Brazil yang mereka tunjukkan mengundang perhatian dan tepuk tangan pengunjung yang langsung merangsek mendekati arena aksi mereka.
Namun, di antara beragam fasilitas dan suasana itu, rupanya, tidak sedikit pengunjung yang lupa terhadap hal-hal yang tidak pantas dilakukan di taman tersebut. Misalnya, rambu-rambu dilarang menginjak rerumputan atau larangan orang dewasa menggunakan arena bermain anak-anak seakan tak berlaku. Begitu pula larangan membuang sampah sembarangan atau berjualan di arena taman seolah hanya imbauan bisu yang boleh diabaikan.
Akibatnya, tak heran, bila tidak sampai setahun, kondisi Taman Bungkul sudah "hancur". Sampah berserakan, berbagai fasilitas rusak, taman bunga yang indah jadi amburadul, dan kondisi tak mengenakkan lainnya. Padahal, tak henti-hentinya petugas Satpol PP, pasukan kuning, maupun polisi hilir mudik mengontrol kawasan itu dan mengingatkan agar para pengunjung mematuhi rambu-rambu di Taman Bungkul.
"Wah, sulit sekali mengatur pengunjung. Padahal, sudah berkali-kali kami ingatkan agar tertib. Lihat itu, tanamannya rusak diinjak-injak. Sampah makanannya juga dibuang di sembarang tempat. Kami capek mengingatkannya," keluh Yamin salah satu petugas Satpol PP yang beroperasi di Taman ini.
Fasilitas lain yang dirasakan penting juga tidak tampak lagi di Taman Bungkul. Yakni beberapa colokan listrik yang dapat dipakai untuk men-charge baterai laptop atau telepon genggam. "Sayang sekali, padahal taman ini salah satu tempat favorit untuk mencari inspirasi. Kalau listriknya ada, kan kita bisa lebih lama di sini," ujar Catur Irawan, pengunjung yang sering ke Taman Bungkul untuk mengerjakan tugas kantor.
Selain itu, beberapa bagian jalan akses dan arena permainan skate board juga rusak. Bahkan, ada yang berlubang cukup besar sehingga berbahaya bila digunakan bermain skate board. Atau jalan track di pintu masuk sebelah utara taman. Jalan untuk pengguna kursi roda juga berlubang. Begitu pula jalan paving di sepanjang areal bermain anak-anak terlihat bocel di sana-sini. (Andrian Saputri).
Friday, 18 January 2008
Waktu Luang, Di Taman Bungkul
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment